Istana Bantah Tarif 32 Persen AS Terkait Keanggotaan Indonesia di BRICS
Jumat, 11 Juli 2025 - 20:14
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (11/7/2025). ANTARA
TIMES MAHAKAM, JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membantah bahwa tarif resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia memiliki kaitan dengan status keanggotaan Indonesia dalam kelompok ekonomi BRICS. Ia menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut merupakan bagian dari kebijakan dagang Amerika Serikat yang berlaku luas terhadap berbagai negara.
“Menurut pendapat kami sesungguhnya tidak ada (hubungan dengan BRICS). Kalau saudara-saudara perhatikan, ini tidak hanya berlaku untuk Indonesia,” ujar Prasetyo saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Tarif ini, menurut Prasetyo, juga dikenakan kepada sedikitnya 21 negara lain yang menjadi mitra dagang Amerika Serikat, sehingga tidak bersifat spesifik terhadap Indonesia saja.
Tim Indonesia Lanjutkan Negosiasi Tarif di Washington
Pemerintah Indonesia kini sedang mengintensifkan diplomasi ekonomi melalui tim negosiator yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Tim tersebut saat ini berada di Washington, DC, Amerika Serikat, dengan agenda utama melakukan negosiasi ulang terhadap kebijakan tarif yang dinilai memberatkan perdagangan Indonesia.
Tim berangkat dari Rio de Janeiro, Brasil pada Selasa (8/7/2025), setelah sebelumnya mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam perhelatan KTT BRICS.
“Kita betul-betul berharap Pemerintah Amerika Serikat dapat mempertimbangkan pengurangan tarif,” ungkap Prasetyo, menekankan bahwa upaya diplomasi ini penting demi terciptanya hubungan dagang yang lebih setara dan saling menguntungkan.
Presiden AS Donald Trump diketahui tetap mempertahankan kebijakan tarif impor 32 persen terhadap produk Indonesia, sebagaimana diumumkan sejak April lalu dalam kerangka kebijakan "tarif resiprokal". Meskipun negosiasi terus dilakukan secara intensif, hingga kini belum ada perubahan nilai tarif tersebut.
Bahkan, Trump memperingatkan bahwa jika Indonesia mengambil langkah balasan dengan menaikkan tarif barang asal AS, maka Washington akan merespons lebih tegas.
“Jika Indonesia menaikkan tarif sebagai balasan, kami akan membalas sesuai jumlah tersebut, ditambah dengan tarif 32 persen yang sudah kami tetapkan,” demikian pernyataan Trump yang dilansir dari media internasional.
Negosiasi Masih Terbuka, Indonesia Jaga Kepentingan Nasional
Meski posisi AS belum bergeser, Pemerintah Indonesia tetap optimistis bahwa jalur negosiasi masih terbuka. Dalam beberapa kesempatan, para pejabat Kementerian Koordinator Perekonomian menyatakan bahwa Amerika Serikat memberikan ruang untuk tanggapan resmi terhadap usulan yang diajukan Indonesia.
Langkah negosiasi ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk memperkuat akses pasar internasional, menurunkan hambatan perdagangan, dan meningkatkan posisi tawar dalam ekonomi global.
Tarif Bukan Halangan, BRICS dan AS Bukan Pilihan Biner
Meski ramai spekulasi bahwa bergabungnya Indonesia dalam BRICS dapat memicu reaksi negatif dari Amerika Serikat, Istana menegaskan bahwa posisi Indonesia dalam perekonomian global tetap bebas aktif dan menjunjung tinggi kepentingan nasional.
Pemerintah Indonesia menilai bahwa menjadi anggota BRICS tidak berarti meninggalkan hubungan strategis dengan negara mitra lainnya, termasuk AS. Fokus utama tetap pada kepentingan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, bukan pada kutub geopolitik semata. (*)